Inspirasi
Kenali 5 Masalah Utama yang Dihadapi Para Pelaku UMKM
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari makanan, alat tulis, jasa, serta berbagai kebutuhan sehari-hari lainnya dapat kita temukan di berbagai toko atau kios di sekitar kita. Meski kadang tidak kita sadari karena bentuk usahanya yang sederhana, peran UMKM bagi tanah air sebenarnya begitu besar. Dari ulasan UKM Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia di tahun 2017. Selain itu, secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Jelas bahwa UMKM punya andil yang begitu besar dalam membangun Indonesia.
Terlepas dari potensi yang luar biasa, UMKM di Indonesia masih memiliki sejumlah kendala tersendiri.
Sebagai contoh, kota Malang menunjukkan keberagaman dalam UMKM tanah air. Usaha di bidang fashion, makanan, minuman, bahkan kerajinan tangan (crafting) memenuhi salah satu destinasi wisata tanah air ini. Meski begitu, menurut data Dinas Koperasi dan UMKM kota Malang, dari 70.000 UMKM yang ada saat ini, baru 30% yang sudah go online. Artinya, walaupun perkembangan teknologi melaju begitu cepat, para pelaku usaha masih belum terjangkau sepenuhnya oleh teknologi.
Di tahun 2014, DailySocial mengulas bahwa banyak dari pelaku usaha masih enggan mengenal teknologi internet untuk mengembangkan usahanya. Padahal pemanfaatan teknologi, informasi, dan jaringan internet semakin mudah dijangkau dan digunakan. Masyarakat Indonesia memiliki kreativitas dan potensi besar untuk mengembangkan UMKM yang mampu bersaing. Meski begitu, sebagian tidak tahu cara mengembangkan produk dan memperkenalkannya ke pasar melalui pemanfaatan teknologi internet. Sebuah penelitian oleh Saleh dan Hadiyat (2016) menemukan bahwa penggunaan teknologi informasi di kalangan pelaku UMKM di daerah perbatasan masih belum maksimal. Hasil studi yang dilakukan di Kabupaten Belu, Provinsi NTT ini menggambarkan penggunaan teknologi di kalangan pelaku UMKM sudah memasyarakat, baik dalam hal kemampuan pelaku usaha mengoperasikan komputer maupun dalam hal mengakses internet. Di sisi lain, pemanfaatan komputer dan internet untuk mendukung pengelolaan atau manajemen UMKM terlihat relatif masih rendah. Kemampuan pemanfaatan teknologi informasi dalam UMKM pun terlihat berhubungan erat dengan persoalan tingkat pendidikan para pengusaha ini.
Teknologi Sebagai Solusi Berbagai Masalah Usaha
Terlepas dari perkembangan teknologi yang begitu pesat, pemanfaatannya di Indonesia belum optimal. Padahal, teknologi dapat menjadi solusi untuk masalah UMKM yang masih banyak dihadapi pelaku usaha di tanah air. Mengutip ulasan satu artikel dari Kumparan, berikut adalah sejumlah masalah yang masih melanda UMKM Indonesia.
Masalah #1: Permodalan
Banyak dari pelaku UMKM yang yakin bahwa usahanya mampu bertumbuh dan menjangkau pasar yang lebih luas, namun memiliki modal yang terbatas. Sejumlah UMKM juga masih belum tersentuh oleh lembaga keuangan, sehingga banyak pelaku usaha memilih untuk memanfaatkan lembaga keuangan mikro walaupun dengan beban dan risiko yang cukup berat. Dalam sebuah liputan Detik, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa baru 5% UMKM di Indonesia yang berhasil go digital di tahun 2019. Berbeda dari sejumlah negara tetangga kita, masih banyak yang harus ditingkatkan pelaku usaha untuk menghadapi era digital masa kini. Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyampaikan bahwa sebanyak 70% UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan. Jelas bahwa UMKM butuh dukungan dalam aspek ini. Teknologi bisa menjadi salah satu solusinya. Kini, begitu banyak pemanfaatan teknologi di bidang keuangan, misalnya layanan financial technology, yaitu jenis perusahaan di bidang jasa keuangan yang digabungkan dengan teknologi. Fintech hadir untuk mempertajam, mengubah, dan mempercepat berbagai aspek pelayanan keuangan melalui teknologi, termasuk untuk pinjaman dan pengumpulan dana untuk usaha. Sebagai contoh, fintech jenis crowdfunding dan peer-to-peer (P2P) lending mampu mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memberikan dana sebagai modal atau investasi, sehingga dapat dijadikan opsi untuk menopang usaha lokal dalam bidang permodalan.
Masalah #2: Distribusi Barang
Salah satu masalah lain pelaku UMKM adalah kurangnya efisiensi serta channel untuk distribusi barang. Toko-toko yang ada masih mengandalkan rekomendasi teman atau kolega serta pemasaran dari mulut ke mulut. Selain itu, berbagai macam produk lokal dari daerah perlu melalui berbagai macam jalur untuk sampai ke toko tujuannya, sehingga memakan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Ini tidak hanya terjadi di Malang, namun juga di daerah lain. Contohnya, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di Kalimantan Barat juga mengatakan bahwa kendala utama UMKM di daerah ini adalah soal distribusi dan inefisiensi. Diliput oleh BeritaSatu, masalah ini kembali mengarah kepada penggunaan internet, yang walaupun semakin mudah diakses, belum dimaksimalkan dengan baik. Ketimbang hanya berfokus pada kualitas produksi barang, para pengusaha sebaiknya turut membuka diri terhadap penggunaan teknologi. Melalui perdagangan elektronik atau e-commerce, produk yang ditawarkan mampu menjangkau pasar yang lebih luas secara lebih cepat, sehingga distribusi juga lebih efektif dan penjualan dapat bertambah.
Masalah #3: Perizinan
Kepemilikan badan hukum yang jelas hanya dimiliki oleh segelintir pelaku UMKM. Sebagian besar UMKM juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai terkait aspek legalitas dan perizinan, mulai dari persyaratan hingga proses yang ditempuh dalam pengurusannya. Tidak jarang juga yang enggan mengurus izin usahanya karena prosedur yang dianggap merepotkan. Padahal, ketika pengusaha tidak memiliki izin usaha yang resmi, masalah baru akan muncul. Usaha akan lebih sulit untuk berkembang, terutama dengan halangan untuk mengajukan modal. Mengutip penjelasan dari OnlinePajak, penting bagi pelaku usaha untuk memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang diterbitkan berdasarkan domisili dan skala usaha. SIUP ini berguna sebagai bukti yang sah dari pemerintah untuk menjalankan usaha. Untungnya, dengan teknologi, pengusaha dapat mencari informasi yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan, yang kini juga bisa dilakukan secara online. Dalam sebuah liputan Republika di tahun 2019, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki juga menjelaskan bahwa kemudahan untuk mendapatkan izin usaha bagi pelaku UMKM sedang dalam proses pengerjaan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Dengan pemanfaatan teknologi serta sinergi antara berbagai pihak yang bersangkutan, izin usaha lebih mudah untuk dipahami dan didapatkan bagi pelaku usaha di Indonesia.
Masalah #4: Pembukuan yang Masih Manual
Pembukuan manual masih menjadi metode yang sering digunakan oleh pelaku UMKM, terlepas dari berbagai kekurangannya. Pada beberapa kondisi, sejumlah pelaku UMKM bahkan tidak memiliki pencatatan terkait hal ini. Kesulitan dalam memperhitungkan omset, laba kotor, hingga laba bersih tidak jarang menghambat UMKM untuk mampu membesarkan bisnisnya. Pembukuan secara manual ini juga lebih rentan untuk hilang, rusak, dan bahkan salah rekapitulasi. Walaupun terkesan tata tertib pembukuan merupakan hal yang sepele, tugas ini merupakan tugas krusial dalam berbisnis. Data yang dihasilkan bisa digunakan untuk memantau kondisi, mengukur keberhasilan, serta merencanakan strategi usaha berikutnya. Oleh karena itu, pelaku UMKM dapat memanfaatkan teknologi untuk proses ini. Kini banyak terdapat software akuntansi dan aplikasi kasir yang mudah digunakan dengan biaya yang bersahabat, sehingga proses usaha dapat didukung dengan metode yang lebih rinci, praktis, serta efisien.
Masalah #5: Pemasaran Online
Setiap usaha tentu ingin menjangkau pasar semaksimal mungkin, sehingga masalah pemasaran berulang kali disuarakan. Cara pemasaran online terbilang masih menjadi tantangan UMKM saat ini. Pelaku UMKM di berbagai pelosok Indonesia mayoritas didominasi oleh generasi X, yang sebagian besar masih minim pengetahuan kemampuan beradaptasi terhadap internet serta perkembangan teknologi. Memang, beberapa pelaku UMKM telah menempatkan produknya secara online melalui media sosial dan situs marketplace, namun prakteknya terbilang masih kurang maksimal. Dalam hal pemilihan kanal informasi, pembuatan konten, hingga pemasangan iklan membutuhkan strategi pelaksanaan yang tepat. Melalui strategi yang tepat, hasil penjualan oleh UMKM mampu berkembang, sehingga dapat turut menghadirkan manfaat yang lebih besar pula bagi masyarakat Indonesia.
Dari kelima masalah UMKM di atas, apakah BossQ juga mengalaminya?
Kelima tantangan yang ada dan saling berkaitan ini menunjukkan secara jelas banyaknya pelaku usaha yang masih belum menyadari besarnya kebutuhan akan teknologi. Ketika dimanfaatkan secara efektif dan tepat guna, teknologi justru mampu memudahkan hidup kita. Penyelesaian berbagai masalah ini juga membutuhkan sinergi dan kolaborasi, baik dari pemerintah, komunitas, media, industri, hingga akademisi. Sebagaimana diulas oleh Kumparan, program #PahlawanDigital yang diinisiasi oleh perusahaan web hosting Indonesia, Jagoan Hosting, bisa menjadi contohnya. Ini menjadi peluang bagi generasi muda untuk berkontribusi bagi UMKM tanah air. #PahlawanDigital berupaya membantu UMKM untuk go online sehingga visi presiden Jokowi Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia pada 2020 dapat tercapai. Dengan menggabungkan kekuatan dan keahlian, kita mampu mendorong laju pertumbuhan UMKM dan meningkatkan kualitas usaha lokal secara bersama.
Di era digital ini, tidak ada satupun dari kita yang mampu berdiri sendirian. Kita membutuhkan satu sama lain. Perjalanan menuju kesuksesan masih panjang, tapi melalui kolaborasi yang baik, kita mampu menyelesaikan masalah yang ada satu demi satu. Kita mampu memajukan UMKM Indonesia, asalkan kita mau membuka diri terhadap perubahan ke arah yang lebih baik.
Jadi bagaimana, BossQ? Sudah siap menjadi pelaku UMKM yang lebih maju bersama teknologi?