Studi Kasus

Menilik Strategi Bisnis Pangkas Rambut Cutbox Hair Studio

12 Sep 2019, Ditulis oleh Kezia Sabrina

Menilik Strategi Bisnis Pangkas Rambut Cutbox Hair Studio

Gaya hidup menjadi salah satu fokus utama yang dimiliki generasi masa kini. Kalau generasi sebelumnya lebih fokus pada kepemilikan jangka panjang seperti properti dan kendaraan, generasi masa kini lebih tertarik kepada konsumsi pengalaman.

Dalam blog-nya, pakar marketing Yuswohady menjelaskan bahwa generasi milenial adalah experience-seekers, yang lebih memilih hal-hal seperti liburan, makan di luar rumah, atau menonton konser ketimbang baju, sepatu, atau mobil. Generasi ini juga lebih suka mencari kebahagiaan melalui kegiatan yang menyenangkan serta menghasilkan emosi positif. Tidak seperti generasi terdahulu yang bekerja untuk uang dan status, konsumsi dan pekerjaan milenial pun berfokus pada kesenangan pribadi.

Yuswohady menjelaskan melalui artikel lain bahwa satu fenomena yang terpampang nyata pada generasi masa kini adalah “fear of missing out” (FOMO), yaitu rasa takut jika tidak turut menikmati sebuah pengalaman. Nah, ini yang kemudian menjadi pemicu munculnya beragam industri yang mengedepankan pengalaman, seperti pariwisata, kafe, hiburan, gadget, perawatan kecantikan, dan masih banyak lagi. 

Adanya pergeseran fokus dan pasar menjadi basis bahwa pola pikir dan strategi dalam berbisnis perlu turut berubah. Dengan generasi milenial yang semakin bertambah usia dan menjadi bagian yang produktif dalam masyarakat Indonesia, generasi ini pula yang memiliki daya konsumsi paling besar. Oleh karena itu, para pebisnis perlu secara proaktif menyesuaikan usaha yang dikembangkan agar mengandung unsur pengalaman yang mampu menarik generasi ini. Tentunya, dengan jenis produk dan layanan yang lebih relevan dengan keseharian milenial, usaha mampu mendapatkan perhatian serta tingkat konsumsi yang lebih signifikan.

Salah satu contohnya adalah bisnis barbershop, yang beberapa tahun belakangan ini menjadi bisnis yang cukup seksi dan menggoda. Tidak hanya perempuan, laki-laki juga kini lebih memperhatikan urusan penampilan. Bukan hanya pakaian dan aksesoris, aspek penampilan lain seperti rambut juga menjadi penting. Ini adalah satu contoh mudah dari kepentingan gaya hidup dan perawatan diri masa kini. Dengan memiliki penampilan yang menarik dan terjaga dengan baik, kita juga akan merasa puas dan senang terhadap diri sendiri.

Bima Putra menjadi salah satu pengusaha yang jeli mengamati fenomena konsumsi masyarakat milenial. Ia merupakan sosok di balik Cutbox Hair Studio, bisnis cukur rambut pria yang telah berdiri sejak tahun 1990-an. Meski begitu, Bima kini mengklaim kalau usahanya bukanlah sebuah barbershop. Lantas, apa bedanya Cutbox dari barbershop biasa?

Bukan Barbershop, Bisnis Cukur Rambut Pria Unggulan di Jakarta Lakukan Rebranding

Cutbox Gentleman Hair Studio terbilang bukan pemain baru dalam urusan cukur rambut pria. Bertempat di daerah Kemang Utara, Jakarta Selatan, Cutbox telah setia menyediakan jasa pangkas rambut sejak tahun 1999. Awalnya, usaha cukur rambut pria ini didirikan oleh Yosi, yang juga menjadi hair stylist senior di Cutbox, namun kini dimiliki dan dikelola oleh Bima Putra.

Sebagai usaha yang telah berusia 20 tahun lebih, Cutbox telah menempuh perjalanan yang begitu panjang. Dari tahun-tahun yang telah dilewati, tentu terdapat berbagai perubahan yang terjadi, sehingga bisa saja ada sistem atau metode yang sudah usang dan perlu diperbaharui kembali, misalnya operasional usaha dan strategi pemasaran. Seiring berjalannya waktu, minat dan kebutuhan pasar akan selalu mengalami perubahan. Di sinilah pengusaha dituntut untuk mampu peka dan beradaptasi, seperti dengan upaya yang dilakukan oleh tim Cutbox belakangan ini, yaitu rebranding.

“Saat ini, kita memang lagi rebranding dan mengkonsepkan ulang usaha ini. Sekarang baru jalan dua bulan. Saya masuk sebagai salah satu owner yang membawa konsep baru ini,” ujar Bima. Upaya ini bertujuan untuk membesarkan kembali nama Cutbox sebagai penyedia jasa pangkas rambut unggulan.

Bagi usaha yang telah berlangsung lama, rebranding perlu dilakukan pada satu titik tertentu. Dengan adanya berbagai perubahan selama tahun-tahun yang berselang, usaha perlu mengambil upaya untuk mempertahankan reputasi di hadapan pelanggan serta menjaga keberlangsungan usaha secara jangka panjang. Sebuah artikel dari business.com memaparkan sejumlah alasan umum yang mendorong proses rebranding dalam usaha. Salah satunya adalah meningkatkan relevansi, terlebih dengan perilaku konsumen yang terus menerus berubah. Jika sebuah brand tidak mampu berkembang mengikuti perubahan ini, lama kelamaan brand tersebut dapat hilang dari perhatian konsumen, atau bahkan dikalahkan oleh brand kompetitor.

Ada banyak alasan lain yang dapat mendorong dilakukannya rebranding dalam bisnis, misalnya brand sudah agak ketinggalan zaman atau tidak menarik jenis pelanggan yang ditargetkan dalam strategi awal. Menengok kepada pergeseran kebutuhan generasi masa kini serta minat pasar yang sangat mungkin terjadi seiring berjalannya waktu, strategi ini pun lambat laun akan dibutuhkan pada suatu masa, tergantung musim yang sedang dilalui oleh usaha. Karenanya, perlu ada peremajaan yang dilakukan secara berkala. Waktu dan frekuensi melakukan rebranding ini pun ditentukan berdasarkan kebutuhan. Butuh kepekaan dari pengusaha dalam menerapkan strategi ini, karena selain membutuhkan upaya dan dana, strategi ini juga tidak semudah yang dibayangkan untuk diterapkan.

Berdasarkan pengalaman, Bima sendiri berpendapat bahwa proses rebranding lebih sulit dibanding dengan membangun bisnis dari nol. Sebagai pemilik usaha, ia harus mencocokkan kemauan pribadi dengan kemauan pemilik sebelumnya. Usaha pangkas rambut pun tidak luput dari persaingan. Dengan konsep yang ia bawa, Bima berupaya meremajakan Cutbox yang sudah hadir selama sekitar dua puluh tahun ini.

Apa saja yang Bima lakukan dalam proses rebranding ini?

Bima menegaskan bahwa Cutbox lebih cocok dibilang sebagai hair studio ketimbang barbershop. Ia pun berpendapat bahwa banyak pelanggan yang datang ke sini belum mengetahui gaya rambut yang diinginkan. Dengan strategi hair studio yang diterapkan, hair stylist Cutbox nantinya akan menganjurkan serta membuatkan hasil cukur rambut yang sesuai dan cocok dengan kontur wajah dari masing-masing pelanggan. Dengan harga Rp100.000,00, pelanggan akan mendapatkan potongan rambut berdasarkan saran dari hair stylist yang sudah berpengalaman di bidangnya.

Selain keahlian hair stylist untuk membantu pelanggan yang belum memiliki preferensi model rambut, ada hal unik lain yang bisa ditemukan di Cutbox. Jika selama ini kamu dicukur menggunakan mesin, hair stylist di Cutbox hanya akan melayani kamu menggunakan gunting khusus untuk hasil yang lebih presisi serta alami. Cutbox juga mengusung tagline "Gunting bukan Mesin" sebagai penekanan akan hal ini. Di samping itu, semua kapster di Cutbox merupakan perempuan, yang bisa dikatakan sebagai daya tarik tersendiri bagi para pelanggan pria sebagai sasaran utama Cutbox.

“Kita unik banget, di sini tidak pakai mesin. Kita hanya pakai satu macam gunting yang kita custom sendiri, bukan pakai gunting sasak. Kita juga punya metode sendiri; jenis metodenya seperti memahat,” ujar Bima.

Di balik metode Cutbox yang tidak menggunakan mesin, mereka ingin memberikan edukasi kepada para pelanggan bahwa kepala orang Asia kurang cocok jika dicukur menggunakan mesin. Menurut Bima, tinggi kepala orang Asia dari rahang ke atas berukuran rata-rata 14 cm dan berbentuk cembung di sisi kanan-kiri. Ini berbeda dengan tinggi kepala orang Barat, atau seringkali disebut bule, yang bisa mencapai 18 cm. Ketika dicukur menggunakan mesin, hasilnya akan terlalu kaku dan tidak terlihat natural, sehingga penggunaan gunting dianggap paling tepat untuk memberikan hasil penampilan yang lebih alami.

Dari perjalanan rebranding bisnis cukur rambut pria ini, kita bisa melihat bahwa Bima berusaha untuk menyajikan cerita yang mampu menjadi daya tarik untuk mendukung brand Cutbox Hair Studio. Narasi yang terpampang jelas melalui jasa utama yang ditawarkan di Cutbox menjadikan studio pangkas rambut ini berbeda dan menonjol di tengah kompetisi usaha cukur rambut lainnya. Brand yang diusung oleh Bima dan timnya pun dinyatakan secara percaya diri dan bangga. Ketika ini mampu dijalankan secara konsisten, strategi rebranding mampu menjaga relevansi dan menghasilkan dampak positif bagi bisnis cukur rambut ini di tengah persaingan pasar.

Dalam upayanya melakukan rebranding dan membesarkan kembali nama Cutbox, Bima juga beralih ke teknologi sebagai salah satu upaya untuk menghasilkan sistem operasional yang lebih efektif serta meningkatkan relevansi dengan pelanggan masa kini. Teknologi memang menjadi andalan bisnis dalam berbagai aspek pengelolaan agar dapat menghadirkan pengalaman pelanggan yang jauh lebih nyaman, teratur, dan efisien.

Salah satunya adalah penerapan aplikasi Qasir.

Sebagai salah satu upaya memudahkan transaksi, Bima memutuskan untuk mengadopsi sistem point of sales (POS) dalam unit usahanya. Ia memutuskan untuk menggunakan Qasir berdasarkan review dari para pengguna di aplikasi Google Play. Ia juga memilih untuk menggunakan Qasir selama dua bulan proses rebranding ini berjalan karena mudah digunakan menggunakan smartphone.

Hasilnya? “Setelah jalan seminggu, ternyata Qasir bisa dioperasikan dengan begitu mulus. Aplikasi ini sangat membantu sih karena gratis, sehingga bisa membantu saya menekan budget,” ujar Bima. Tidak hanya berhasil mendongkrak reputasi Cutbox di mata pelanggan, Bima pun mampu mendapatkan solusi bisnis yang sangat praktis.

Bukan hanya usaha pangkas rambut yang mampu merasakan kenyamanan baru dalam berbisnis. Apapun bentuk dan jenis usaha yang sedang dikembangkan, baik baru memulai atau tengah melakukan rebranding, kamu pun dapat merasakannya. Dengan Qasir, akan mudah bagi kamu untuk menjadi pebisnis yang optimis dan mampu menjadikan usahamu berbuah manis dan semakin laris.

Tunggu apa lagi, BossQ?

Share artikel ini